LILY YANG MALANG
Created
by Utami
Lily, setangkai bunga yang cukup indah untuk
dipandang, tidak membosankan, dan selalu terlihat segar, seperti itulah
perumpamaan untuk gadis kecil yang juga bernama Lily. Raut wajahnya seperti tak
pernah menampakan sebuah masalah dan kesedihan. Lalu mengapa judul cerita ini
berbalik dari keadaan Lily?
Yang perlu diketahui, Lily yang seperti itu adalah
Lily yang dahulu, Lily yang belum pernah merasakan kehilangan, Lily yang masih
bisa menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa diketahui orang lain, betapa
hebatnya Lily!
Namun, keadaan berbalik 360 derajat setelah ayah dan
ibunya selalu bertengkar, hingga akhirnya memutuskan untuk bercerai. Belum
sembuh kesedihan Lily, ternyata dia mendapatkan kabar bahwa ayahnya akan
menikah lagi dalam kurun waktu yang tidak lama setelah perceraian dengan
ibunya. Lily yang ceria, sekarang menjadi lily yang selalu diselubungi raut
sedih meskipun Lily berusaha menutupinya dengan senyum yang dahulu indah, namun
sekarang terlihat hambar.
Setiap malam Lily hamper tak pernah berhenti
menangis, dia bertanya dalam hati, “apakah secepat itu ayah melupakan ibu?”,
“apa sudah tidak ada cinta di antara mereka?” lanjut Lily pada malam ke 15
setelah pernikahan ayahnya dengan entah siapa yang sudah begitu berani
mengambil ayahnya dari sisi Lily dan ibunya.
Lily pun beranjak dewasa, sakit hati yang dirasa
masih membekas dalam palung hatinya. Tapi setidaknya sudah lebih baik dari masa
lalu, setelah Lily rajin mengikuti mentoring di kompleks rumahnya. Di setiap
mentoring Lily hampir tak pernah absen, dan selalu menanyakan tentang obat
hati, sampai-sampai rekan-rekan Lily hafal, apa yang akan ditanyakan Lily
pertama kali pada sang mentor.
Begitu banyak ilmu agama yang Lily dapat dari
mentoring yang dijalaninya, hingga akhirnya Lily benar-benar menjadi Lily yang sholehah.
Bukan hidup kalau tidak diliputi masalah, begitu pula dengan Lily. Ayah Lily
terlilit hutang dengan bank hampir setara dengan harga rumah yang ditinggali
oleh Lily dan ibunya. Meskipun ayahnya telah menyakiti hati Lily dan ibunya,
namun beliau tetaplah seorang ayah, yang tanpa ayahnya Lily tidak bisa
merasakan betapa indahnya hidup di dunia.
Setengah mati Lily dan ibunya memikirkan bagaimana
cara melunasi hutang ayahnya agar tidak ditahan oleh polisi. Lily mulai bekerja
paruh waktu di sela-sela kuliahnya, dia selalu pulang tidak kurang dari jam 12
malam dan keluar rumah lagi jam 6 pagi. Mentoring yang dulunya tak pernah
ditinggalkan, kini hampir tak pernah dikunjungi, tugas kuliah yang menumpuk
tidak dihiraukannya hingga Lily terancam di drop
out. Itu semua dilakukan untuk orang yang pernah meyakitinya dulu.
Ibu Lily tidak tinggal diam melihat putri tunggalnya
berkerja terlalu keras dan meninggalkan kewajibannya sebagai mahasiswi
universitas negeri yang cukup terkenal. Tak pernah berhenti sang ibu menasehati
Lily agar tidak meninggalkan kuliahnyan, namun tak digubris sama sekali oleh
Lily. Dalam pikiran Lily sekarang adalah bagaimana cara menyelamatkan ayahnya
dari jeratan hutang yang melimpah.
Pernah terbersit dalam pikiran Lily untuk menjual
organ dalamnya untuk orang yang membutuhkan, tetapi hal itu terlalu ekstrim
untuk Lily. Lily pun segera mengahpus pikiran tersebut dan segera memohon ampun
kepada Allah karena telah memikirkan hal yang buruk. Hampir satu bulan Lily
bekerja, namun uangnya belum cukup untuk membayar hutang ayahnya yang sebentar
lagi jatuh tempo.
Raut wajah Lily yang ceria berganti menjadi raut
wajah lelah, namun dalam dirinya tak pernah ada kata menyerah, karena pasti ada
keindahan yang dirasakan setelah masalah ini berakhir. Allah akan selalu
bersama hambaNya yang bersabar dan tak pernah menyerah.
Pada perjalanan pulang, Lily terlihat amat lelah,
waktu pun sudah menunjukan pukul 11 lebih 45 menit. Karena kelelahan Lily tidak
memperhatikan sekelilingnya. Lily tak menyadari lima langkah dari kakinya ada
sebuah lubang besar untuk perbaikan jalan raya. Sekitar dua langkah lagi dari
lubang tersebut Lily baru tersadar bahwa dirinya dekat dengan bahaya, ia segera
menghindar, dan setelah lolos dari lubang, ternyata Lily belum lepas dari
bahaya, dia menghindar ke tengah jalan raya dan sebuah mobil mewah menghantam
tubuh kecil Lily hingga oleng dan akhirnya jatuh tak sadarkan diri.
Pemiliki mobil yang menabrak Lily, bergegas keluar
dan melihat keadaan Lily, tak menunggu lama pemilik mobil membawa Lily ke rumah
sakit, namun Lily tak dapat di tolong, Malaikat Izrail telah membawa jiwa Lily
keluar dari raganya setelah sampai di rumah sakit. Pemilik mobil yang tak lain
adalah boss Lily sendiri sangat menyesal, harusnya dia tidak mengantuk ketika
menyetir. Boss Lily segera menguhubungi ibu dan ayah Lily, keduanya merasakan shock yang tak terkira mendengar putri
semata wayang mereka sudah meninggal. Perasaan barsalah berkecamuk dibatin
kedua orang tua Lily terutama ayahnya, mengapa dia membiarkan putrinya bekerja
demi dia? Mengapa bukan dia sendiri yang berusaha untuk melunasi hutangnya?
Namun, semuanya tak dapat ditarik lagi, Lily telah tiada, dan mereka orang tua
Lily harus ikhlas menerimanya.
Lily yang terbaring kaku dengan seulas senyum di
bibirnya, di bawa kerumah untuk segera dimandikan, dan pagi harinya dimakamkan.
Biaya kematian Lily ditanggung oleh asuransi kematian yang dimiliki Lily dari
tempat kerjanya, dan untuk membayar rasa bersalah boss Lily terhadap orang
tuanya, ia melunasi hutang ayah Lily hingga lunas karena ia tahu begitu
kerasnya Lily bekerja untuk melunasi hutang ayahnya meskipun itu tak cukup
untuk membayar nyawa Lily yang telah tiada. Orangtua Lily menerima kematian
Lily karena bagaimanapun juga, mati adalah rahasia Sang Pencipta, dan tidak ada
yang tahu kapan kematian mengahampiri mereka dan anaknya, jadi orang tua Lily
sangat berterimakasih kepada boss Lily dan meyelesaikan masalah ini dengan
jalan damai.
Beberapa hari setelah kematian Lily, kesedihan masih
menyelimuti sang ibu, uang hasil kerja keras Lily selama ini kini berada
ditangannya. Beliau tidak tahu apa yang harus dilakukan sekarang, hidup
sendirian tanpa Lily disisinya. Suatu malam ibu Lily hendak membersihkan kamar
tidur Lily, tak sengaja beliau menemukan buku catatan mentoring Lily yang sudah
berdebu, beliau mulai membaca kalimat perkalimat, niat untuk membersikan kamar
Lily pun diurungkan sejenak. Begitu fokusnya sang ibu membaca buku catatan Lily
hingga tak menyadari matahari sudah tinggi dan adzan duhur mulai berkumandang.
Ditutuplah buku tersebut, lalu ibu Lily bergegas mengambil air wudhu.
Di dalam doanya, selalu disebut nama Lily dari dulu
hingga sekarang, Lily adalah harta yang paling berharga baginya, dan setelah
membaca buku catatan Lily, beliau tersadar, beliau harus bangkit, dan mulai
percaya bahwa kematian Lily, mungkin rencana terbaik untuknya dan untuk Lily.
Lily pasti bahagia di sana, karena seorang Lily tak pernah meninggalkan shalat
wajib dan shalat malam, tak pernah meninggalkan puasa senin kamis, dan selalu
betbuat kebaikan, jadi Allah pasti akan memberikan tempat terbaik utnuk Lily di
sana pikir ibu Lily.
Setelah selesai berdoa, ibu Lily kembali menatap
uang hasil kerja keras Lily, namun kini beliau tahu apa yang harus dia perbuat
dengan uang itu, beliau membagi dua uang tersebut dengan ayah Lily. Ibu Lily
akan menggunakan uang tersebut untuk modal berdagang guna memenuhi kebutuhan
hidupnya kini.
Sementara itu, ayah Lily pun merasakan hal yang sama
dengan yang dirasakan oleh ibu Lily yang kini adalah mantan istrinya.
Penyesalan yang kini menghinggapinya entah sampai kapan akan pergi, ditambah
lagi dengan uang Lily yang kini berada digenggamannya.
Ternyata kematian Lily membawa sang ayah bertaubat,
bukan mensyukuri kematiannya tetapi mungkin itu hal terbaik untuk Lily, karena
Allah pasti mempunyai maksud lain untuk kebahagiaan hambaNya yang pasti
dicintaiNya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar